Blogger templates

Kerajaan Aceh Darussalam (Bryan & Vivi)

Anggota Kelompok : 

Vivi, Bryan 

Kerajaan Aceh Darussalam (Geografis, Politik, Ekonomi, Agama, Sosial Budaya)

Kesultanan Aceh Darussalam merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di provinsi Aceh, Indonesia. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota Banda Aceh Darussalam dengan sultan pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil awal 913 H atau pada tanggal 8 September 1507 

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Pada awalnya kerajaan ini berdiri atas wilayah Kerajaan Lamuri, kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir, Lidie, Nakur. Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti dengan Aru.

Pada tahun 1528, Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga tahun 1537. Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang berkuasa hingga tahun 1571. 


Keadaan Geografis

Pulau Sumatera merupakan salah satu tempat berdirinya kerajaan-kerajaan besar di Nusantara baik itu bercorak Hindu Budha maupun Islam, seperti Kerajaan Sriwijaya, Samudra Pasai, Aceh dan lain-lain. Kerajaan Aceh terkenal dengan komoditas perdagangan yang laku keras di pasar Internasional seperti Lada, Sutera, Emas, Minyak Tanah, dan Kapur Barus. Komoditas yang menjadi unggulan adalah lada dengan nilai ekspor mencapai $1,9 juta dollar Spanyol. Lada-lada tersebut dibeli dan diangkut oleh kapal dari negara Amerika, India, Arab dan Perancis.

Lokasi kerajaan Aceh yang sangat strategis membuat transaksi perdagangan dengan para pedagang-pedagang dari luar bisa dilakukan dengan mudah dan cepat. Berikut ini penjelasan mengenai letak kerajaan Aceh.


Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa letak kerajaan aceh berada di ujung Pulau Sumatera, di sebelah Barat terdapat Samudra Hindia, sementara di sebelah Timur dan Utara  terdapat selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan paling ramai dilalui oleh kapal-kapal dari Tiongkok dan India. Kerajaan Aceh muncul sebagai tempat strategis di Selat Malaka sebagai pengambilan perbekalan dan pelabuhan niga bagi kapal-kapal yang akan lewat. Melalui Selat Malaka ini penyebaran Agama Islam yang dilakukan oleh para pedagang Gujarat dan dari Timur Tengah lainnya dapat terlaksana. 

Mereka tidak hanya sekedar berdagang, tetapi juga menyebarkan agama yang mereka anut kepada penduduk pesisir pantai. Salah satu Sultan paling terkenal ialah Iskandar Muda. Pada masa pemerintahannya, ia melakukan ekspansi ke beberapa wilayah lain. Contohnya berhasil menaklukan daerah sumber penghasil timah yakni Pahang. Kemudian pada masa kepemimpinannya, Aceh melakukan serangan terhadap Portugis di Melaka dengan ratusan kapal perang dan puluhan ribu prajurit angkatan laut.


Keadaan Politik

Kehidupan politik dan pemerintahan Kerajaan Aceh dipimpin oleh seorang sultan. Sultan atau raja awal mulanya berkedudukan di Gampong Pande, namun kemudian dipindahkan ke dalam Darud Dunia atau di sekitar Pendopo Gubernur Aceh (sekarang). Ibu kota kesultanan Aceh berada di Bandar Aceh Darussalam, namun pada tahun 1873 ibukota dipindahkan ke Keumala di pedalaman Pidie. 

Dari awal berdiri hingga runtuhnya, terdapat kurang lebih 35 Sultan di Kesultanan Aceh Darussalam. Berikut ini silsilah sultan Aceh berdasarkan sumber Bustanus Salatin, karangan Nuruddin Ar-Raniri, meliputi :

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Beliau merupakan pendiri kerajaan Aceh sekaligus sultan pertama. Ia memerintah dari tahun 1514 hingga 1528 masehi. Pada masa kekuasaannya, kesultanan Aceh berusaha untuk meluaskan daerah kekuasaannya. Selain itu, pada masa kepemimpinan Sultan Ali Mugyat Suyah kerajaan Aceh melakukan serangan terhadap kedudukan Portugis di Malaka.

2. Sultan Salahuddin

Sultan Salahuddin merupakan putera Sultan Ali Mughayat. Ia menjadi sultan di Kerajaan Aceh pada tahun 1528 setelah ayahnya wafat. Pada masa pemerintahannya, kesultanan Aceh mengalami kemerosotan, sebab Sulatan tidak memperdulikan kerajaan. Masa pemerintahananya kemudian berakhir pada tahun 1537 masehi dan digantikan oleh saudaranya.

3. Sultan Alaudin Riayat Syah Al Kahar

Sultan ketiga ini merupakan saudara Sultan Salahuddin. Ia memerintah kesultanan Aceh dari tahun 1537 hingga 1568 masehi. Pada masa pemerintahan Alaudin Riayat, Kesultanan Aceh mengalami banyak perubahan. Terutama terhadap perbaikan bentuk pemerintahan Aceh dan perluasan wilayah. Kesultanan Aceh pada masa ini dapat menaklukkan kerajaan Aru. Selain itu, ia juga melakukan serangan terhadap kerajaan Malaka, namun gagal. Pada masa sultan ketiga ini, kerajaan Aceh mengalami pergolakan, yaitu terdapat pemberontakan dan perebutan kekuasaan, sehingga masa pemerintahannya pun berakhir.

4. Sultan Iskandar Muda

Sultan keempat kesultanan Aceh bernama Sultan Iskandar Muda. Pada masa ini Aceh mengalami masa kejayaan. Kesultanan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dibidang perdagangan, bahkan menjadi penghubung antara pedagang-pedagang asing. Sebab letak kerajaan Aceh sangat strategis sebagai bandar transito. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, ia juga melanjutkan serang terhadap Portugis dan Johor. Hal ini bertujuan untuk menguasai penuh jalur perdagangan di wilayah Selat Malaka. Selain itu, muncul juga ahli-ahli tasawwuf seperti Syech Ibrahim As Syamsi dan Syech Syamsuddin bin Abdullah As Samatrani.

Selain keempat sultan diatas, berikut ini daftar sultan-sultan lain di kesultanan Aceh Darussalam, meliputi :

- Sultan Iskandar Thani

- Sultan Sri Alam

- Sultan Zain Al-Abidin

- Sultan Ala Al-Din Masnyur Syah

- Sultan Buyong




Keadaan Ekonomi


Kehidupan ekonomi di kerajaan Aceh bertumpu di bidang pelayaran dan perdagangan. Perekonomian Aceh tumbuh pesat, sebab letaknya strategis di Selat Malaka. Selain itu, semakin meluasnya pengaruh kerajaan Aceh dan hubungan-hubungan dengan pihak asing juga menjadi faktor perkembangan ekonomi yang semakin maju. 

Dibawah ini beberapa komoditas perdagangan Kerajaan Aceh, meliputi :
- Lada
- Emas
- Minyak Tanah
- Kapur
- Sutera
- Kapas
- Kapur barus
- Menyan
- Belerang
Selain itu, perekonomian di Ibukota kerajaan juga tumbuh pesat, dibuktikan dengan sudah adanya pengolahan bahan mentah menjadi barang jadi. Di bidang pertanian, daerah Sedang Pidie adalah lumbung bagi komoditas padi. Namun komoditas utama atau bisa dikatakan unggulan di kesultanan Aceh yang diekspor ke luar adalah lada.

Dengan kemakmuran dan kemajuan dibidang perekonomian, kesultanan Aceh kemudian tumbuh menjadi kerajaan Islam besar yang diperkuat oleh armada bersenjata yang besar dan kuat, terutama armada lautnya.




Agama

Mayoritas masyarakat di kesultanan Aceh beragama Islam. Perkembangan agama Islam di kerajaan ini disebabkan karena terjadi hubungan interaksi dengan pedagang Arab dan India. Peran kesultanan Aceh dalam menyebarkan agama Islam dapat dibuktikan dari karya-karya ulama Aceh yang di pakai di Asia Tenggara.

Contohnya seperti karangan Risalah Masailal Muhtadin li Ikhwanil Muhtadi yang diterbitkan oleh Syaikh Daud Rumy. Kemudian Syaikh Nuruddin Ar Raniry yang setidaknya telah menulis sebanyak 27 kitab dalam bahasa Arab dan Melayu. Karyanya yang paling populer yaitu Sirath al-Mustaqim.



Sosial Budaya

Untuk mengatur sistem kenegaraan Kerajaan Aceh, pada masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda disusunlah hukum adat yang dilandasi hukum islam yang disebut hukum adat Makuta Alam. Dalam menjalankan kekuasaan sultan mendapat pengawasan dari alim ulama, kadi, dan dewan kehakiman. Mereka bertugas memberi peringatan kepada sultan mengenai pelanggaran adat dan hukum yang dilakukan. Jiwa keagamaan sangat tertanam pada masyarakat Aceh yang mengandung jiwa merdeka. Semangat persatuan dan semangat anti penjajahan sangat tertanam kuat menjadikan bangsa Aceh adalah bangsa yang sulit ditaklukan oleh bangsa Belanda.
Selain di bidang perekonomian, pengaruh letak yang strategis membuat kehidupan sosial budaya di kerajaan Aceh tumbuh pesat. Hal ini disebabkan karena interaksi dengan orang-orang luar seperti pedagang-pedagang dari Timur Tengah dan Eropa. 

Kehidupan sosial budaya dapat dilihat landasan hukum yang berlaku yang didasari dari ajaran Islam. Hukum adat ini disebut hukum adat Makuta Alam. Berdasarkan hukum ini, pengangkatan seorang sultan diatur dengan sedemikian rupa dengan melibatkan ulama dan perdana menteri. Sisa-sisa arsitektur bangunan peninggalan kesultanan Aceh keberadaannya tidak terlalu banyak, disebabkan karena sudah terbakar pada masa perang Aceh. Beberapa bangunan yang masih tersisa contohnya seperti Istana Dalam Darud Donya yang sekarang menjadi Pendopo Gubernur Aceh. Selain istana, beberapa peninggalan yang masih dapat kita lihat sampai sekarang seperti Masjid Tua Indrapuri, Benteng Indra Patra, Gunongan, Pinto Khop, dan kompleks pemakaman keluarga kesultanan Aceh.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar